Jenis-jenis kusu Kusu

Pohon Dracontomelum dao di Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus.

Beberapa jenis kusu di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:

Kusu beruang (Ailurops ursinus)

Kusu beruang (Ailurops ursinus)

Kusu beruang (Ailurops ursinus) merupakan salah satu jenis kusu yang hanya dapat ditemukan di Sulawesi. Kusu beruang memiliki berat 7 kg dan tinggi sekitar 1,2 m (untuk ukuran dewasa). Kusu beruang adalah hewan arboreal sehingga habitat dari hewan ini berada di bagian canopy atas pohon di hutan hujan tropis.[4] Kusu beruang memiliki yang sangat pendek, telinga berbulu. Perpaduan kenampakan itu terdiri dari kulit bawah yang halus dan licin dan rambut yang kasar. Warna rambut dari kusu ini bervariasi berkisar dari hitam sampai abu-abu sampai coklat dengan perut berwarna lebih terang dan ujung ekstremitas, dengan variasi tergantung lokasi geografis dan umur hewan.[4] Kusu beruang memiliki ekor prehensile yang panjangnya setengah dari total panjang tubuh yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kusu juga menjadi senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon.[3][4] Sistem kawin dan tingkah laku dari kusu beruang tidak diketahui. Betina dewasa A. ursinus melahirkan satu atau dua kali dalam setahun. Bayi kusu lahir di bagian altrisial yang ekstrim pada tubuh dan terus berkembang di kanton. Setelah delapan bulan, perkembangannya cukup untuk memungkinkan kelangsungan hidup, meski tetap dengan induknya untuk periode tambahan. Tidak diketahui usia berapa Ailurops ursinus mencapai kematangan perkembangan.[4] Kusu beruang cenderung hidup berpasangan atau kelompok tiga sampai empat. Mereka tipe hewan arboreal, bergerak perlahan dari pohon ke pohon menggunakan ekor prehensile mereka. Sebagian besar hidupnya setiap hari dihabiskan untuk beristirahat atau tidur, dengan sedikit waktu untuk memberi makan dan perawatan dan bahkan lebih sedikit interaksi sosial. Telah diduga bahwa aktivitas menyebar sepanjang siang dan malam, dengan periode istirahat antara makan atau aktivitas lainnya. Daun, sumber makanan utama, mengandung kadar gizi rendah dan masa istirahat mungkin diperlukan untuk mencerna selulosa. Makanan umum yang dimakan meliputi: daun pohon (Garuga floribunda, Melia azedarach, Dracontomelum dao), daun mistletoe (Cananga odorata, Palaquium amboinense), buah mentah, bunga dan kuncup.[4] Kusu beruang terdaftar sebagai satwa rentan (Vulnerable) karena penurunan populasi yang terus berlanjut diperkirakan dan diproyeksikan melebihi 30% dalam periode sepuluh tahun (5 pada masa lalu, 5 pada masa depan) karena tingginya laju deforestasi dan perburuan spesies ini di Sulawesi.[5]

Kusu kerdil (Strigocuscus celebensis)

Kusu kerdil (Strigocuscus celebensis)

Strigocuscus celebensis atau kusu kerdil hanya ditemukan di Sulawesi. Kusu kerdil berhabitat di hutan hujan, di hutan sekunder dan kebun di sekitar tempat tinggal manusia. Kusu kerdil memiliki warna pucat keseluruhan tubuhnya, garis dorsal yang kurang, dan ekornya sebagian telanjang. Kusu ini berukuran kecil, beratnya 1 kg atau kurang. Panjang kepala dan badan 294 sampai 380 mm dan panjang ekor 270 sampai 373 mm. Sistem reproduksi dari kusu kerdil ini adalah monogami. Spesies kusu ini makanannya adalah daun, buah, bunga, kulit kayu, serbuk sari, dan jamur.[6] Kusu kerdil bersifat nokturnal dan arboreal. Pasangan kusu ini dikenal sering melakuan tidur di mahkota pohon kelapa. Strigocuscus celebensis terjadi pada sympatry dengan kusu beruang di Sulawesi (Ailurops ursinus) di pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Jantan dari spesies kusu paling agresif satu sama lain dan tidak dapat disimpan bersama di penangkaran.[6] Kusu kerdil terdaftar sebagai satwa rentan (Vulnerable) karena penurunan populasi yang terus berlanjut diperkirakan dan diproyeksikan melebihi 30% dalam periode sepuluh tahun (5 pada masa lalu, 5 pada masa depan) karena tingginya laju deforestasi dan perburuan spesies ini di Sulawesi.[7]